lllll

Kisah Di Balik Layar “Damai ACEH”

Tuesday, August 18, 2009

Oleh Jusuf Kalla - 23 Mei 2009 - Dibaca 4771 Kali -
http://jusufkalla.kompasiana.com/2009/05/23/kisah-di-balik-layar-damai-aceh

Sebenarnya keterlibatan saya dalam menyelesaikan Konflik Aceh itu hanya kebetulan belaka. Meski sebenarnya sebelum mendamaikan Aceh, saya sudah memiliki pengalaman dalam mendamaikan Ambon dan Poso. Bagi anda yang belum begitu mengetahui bagaimana cerita di balik layar tentang proses perdamaian Aceh, maka saya akan menceritakan kepada anda semua.


Pada Zaman Ibu Mega menjabat sebagai presiden saat itu saya dipercayakan sebagai MENKOKESRA. Nah salah satu tugas daripada MENKOKESRA adalah mengurusi pengungsi, dan salah satu pengungsi terbesar itu ada di ACEH. Sebenarnya urusan untuk mendamaikan atau pun meredam konflik Aceh itu sebenarnya tugas dari MENKOPOLKAM yang saat itu sedang dijabat oleh pak SBY. Saya pertama kali mengunjungi pengungsi Aceh di ajak oleh beliau (Pak SBY). Saat itu sudah ada 2,5 juta orang. Maka saya mengambil kesimpulan, urusan pengungsi ini, tidak bisa diselesaikan tanpa adanya perdamaian. Mengingat sebelumnya saya sudah punya pengalaman dalam hal mendamaikan Aceh, Poso maka saya berinisitif dan meminta izin kepada Presiden untuk membantu mendamaikan Aceh tanpa bermaksud untuk memotong tugas dan wewenang dari seorang MENKOPOLKAM. Presiden memberi izin, dan saya mulai mengumpulkan tim yang terdiri atas saudara Hamid Awaluddin dan dr. Farid serta beberapa teman lainnya. Sementara untuk bendahara Tim saya mengangkat istri saya, karena memang ada biaya perdamaian ini yang diambil dari kocek pribadi saya, (saya tidak akan mengatakan berapa jumlahnya).
Langkah pertama yang saya lakukan ialah mencari tahu apa persoalannya. datangi persoalannya, ketahui persoalannya, tanpa mengetahui persoalannya dan mendatangi persoalannya. Karena itu yang pertama ialah mempelajari apa masalah sebenarnya. Sering orang salah mengira masalah yang terjadi di Aceh. Banyak yang menyangka bahwa itu murni masalah syariah. Padahal bukan! inti masalahnya adalah ketidakadilan.
Pada waktu diadakan perundingan, tepatnya selama 17 hari, saya sampai bosan, karena semua buku di meja saya, semua buku tentang Maluku, buku di kamar, di mobil semua tentang Maluku, sehingga saya merasa orang Maluku.
Ketika perjanjian damai ditanda tangani, banyak pihak yang sangsi, kalau damai di Aceh akan benar-benar terwujud. Banyak yang menganggap bahwa itu hanya bagian dari strategi GAM untuk mengumpulkan kembali kekuatan yang sempat porak poranda akibat tsunami pada 2004 akhir. Termasuk panglima TNI waktu itu, dia bilang ke saya “wah pak bagaimana, seandainya GAM maupun TNI tetap mengangkat senjata, meski perjanjian damai sudah ditanda tangani ? Saya bilang, “Pak Panglima, saya yakin ini selesai!”, siapa sih yang enak tinggal di hutan, digigitin nyamuk, makan seadanya ubi kayu, apa enak?”, mending pulang ke kota ketemu keluarga, anak istri,. Hal yang sama juga dengan tentara kita emang enak itu TNI tinggal di Aceh, uang makannya hanya 17 ribu, makan supermi, selalu dihantui oleh perasaan ditembak, dan tidak tahu perang melawan siapa, bahan bias dikata perang melawan saudara sendiri, apa enak itu?”.
Jadi yakinlah bahwa begitu damai maka langsunglah teman-teman (TNI) bisa pulang. Itulah jaminan saya, dan jaminan itu juga saya minta kepada Presiden untuk memberi jaminan yang sama. Apabila GAM meletakkan senjata, maka TNI pulang. Ini disebut sebagai sistem cash and carry, yang merupakan sistem pertama yang diterapkan di dunia, dalam upaya melakukan perdamian antara dua pihak yang bertikai. Teknisnya setiap 300 pucuk senjata GAM yang diserahkan maka 10 Batalyon pasukan TNI yang ditarik pulang.
Kemudian masalah muncul lagi, GAM tidak mau menyerahkan senjata ke TNI, karena yang ditanda tangani di Helsinky itu adalah surat perjanjian damai, bukan menyerah. Artinya apabila GAM menyerahkan senjata ke TNI itu berarti dia mengaku kalah. Jadi harus kita cari jalan tengah lagi, akhirnya mucul ide, agar GAM tidak merasa harga dirinya diinjak injak maka diambil keputusan bahwa GAM tidak perlu menyerahkan senjata ke Pemerintah Indonesia. Ia cukup menyerahkan senjatanya kepada pemantau asing dalam hal ini AMM untuk kemudian di bawah ke tengah lapangan dan dipotong oleh pihak AMM , dan disaksikan oleh seluruh pihak,
Tahap awal 300 pucuk senjata dipotong di tengah tanah lapang. Setiap senjata dibelah dan dipotong 3, dan setiap pihak menyimpan salah satu bagian sebagai kenang-kenangan. Jadi kalau di media ada yang memberitakan GAM menyerahkan senjata kepada TNI, itu salah !!. GAM tidak pernah menyerahkan senjatanya, tapi ia berdasaran kesepakatan antara GAM dan Pemerintah RI, bahwa senjata diserahlan kepada pihak AMM. Pemerintah sendiri menjadi saksi dari segi jumlah maupun senjata yang disetor ke AMM. Jadi itu strategi yang saya ambil waktu itu sebagai jalan untuk Win-Win Solution. 300 senjata dipotong, 10 batalyon TNI naik kapal di pelabuhan untuk pulang ke daerah masing-masing. Jadi ini yang saya namakan sistem ”Cash and Carry” yang adil, karena 10 Batalyon itu sama dengan 300 Pasukan sesuai dengan jumlah senjata GAM yang dipotong pada tahap awal damai.
Kemudian tahap selanjutnya, barulah proses resmi di samping doa bersama-sama. Dan yang paling sulit adalah soal partai politik lokal sesuai dengan syarat yang diminta oleh GAM. Waktu itu ada yang menganggap Partai lokal itu, melanggar Undang-undang, tapi saya bilang tidak, ada juga contoh partai politik lokal, contoh pada tahun 1955, ada partai lokal dan contoh Undang-undang Kedudukan Partai, di situ ada peluang mendirikan partai lokal,. Tetapi tetap saja rumit sekali mencarikan jalan keluarnya. Padahal Ini perundingan terakhir, perundingan satu malam, ada rumusan yang tidak sesuai, perundingan damai terancam dead lock.
Saya kebetulan malam itu hanya berdua dengan istri. Kemudian salah seorang Kyai yang juga sahabat saya menelepon ”saya tahu pak jusuf lagi kesulitan, ada baiknya baca Yassin 10 kali, insya allah selesai persoalan. Akhirnya saran itu saya jalankan, berhubung membaca Yassin 10 kali itu memakan waktu yang lamabisa 2 jam untuk saya. Jadi saya minta istri saya untuk bantu, dia baca 5 kali dan saya juga baca 5 kali, jadi 10 kan ? Habis membaca Yassin langsung ada telepon, dari Helsinki, yang menyatakan bahwa perundingan bisa dilanjutkan.
Pak Presiden tidak jadi masalah, akhirnya draft atas izin presiden saya tanda tangani lagi jam 1 malam. Saudara Malik paraf juga biar. Sepuluh menit kemudian datang paraf, beliau paraf, baru saya tidur, alhamdulillah, karena itulah perundingan terakhir sebelum penandatanganan. Jadi yakin 10 kali, dan ini penting. Saya pada waktu itu bertanya kepada Saudara Saman, kata Pak Saman di hutan di Aceh, dia berhubungan terus dengan Pak Malik. Saya tanya waktu itu, Pak, pada malam terakhir itu, you bikin apa? Kami bingung juga kapan selesainya ini, bagaimana. Jadi kami berdua shalat tahajud di masjid, dan alhamdulillah selesai, rupanya antara kedua belah piahk sama sama ingin damai. Salah satunya Pak Malik juga ingin damai, dan dengan doa semuanya, apapun upaya itu, tanpa upaya dan doa itu tidak akan selesai.
saya kira perundingan Aceh yang paling murah yang kita lakukan. Karena tidak ada anggarannya, dari Negara. Istri saya yang menjadi bendahara . dr. Farid merangkap segala macam, karena dia yang paling muda. dan saudara Hamid yang akan tercatat dalam sejarah, karena fotonya ada di situ waktu penandatangan perjanjian damai.
Read More »

Di Aceh Penjual Miras 60 Kali Cambuk Tambah Denda 600 Gram Emas

Saturday, August 15, 2009

* Yang Mengonsumsi 40 Kali Cambuk tak Boleh Bayar Denda

BANDA ACEH - Panitia Khusus (Pansus) DPRA sudah memasuki proses finalisasi pembahasan Rancangan Qanun (Raqan) Hukum Acara Jinayat. Dalam waktu dekat pansus akan berkonsultasi dengan Departemen Hukum dan HAM di Jakarta. Dalam Raqan Hukum Acara Jinayat tersebut, hukuman untuk yang memproduksi minuman keras (miras) dan penjual adalah 60 kali cambuk ditambah membayar denda 10 gram emas untuk satu kali cambuk. Itu artinya, untuk ganjaran 60 kali cambuk harus menambah bayar denda sebanyak 600 gram.

Sedangkan ganjaran yang bakal diberikan pada orang Islam yang mengonsumsi minuman keras berupa 40 kali cambuk. Pelanggar (yang mengonsumsi) tidak boleh membayar denda karena peluang ini telah ditutup. Ketua Pansus, Bahrom M Rasyid dan Sekretaris Pansus, Bustanul Arifin, kepada Serambi, Jumat (14/8) mengatakan, tugas tim untuk membahas raqan tersebut hampir rampung.

Menurut Bahrom M Rasyid, banyak hal yang telah disepakati. Satu di antaranya adalah khusus untuk warga muslim yang mengonsumsi miras maka ganjaran yang diberikan sebanyak 40 kali cambuk. “Ini ketetapan sudah pasti dan tidak ada pilihan untuk membayar denda. Siapapun orangnya apakah ia pejabat atau bukan yang melanggar harus menjalani hukuman cambuk,” katanya.

Kemajuan lain, kata Bahrom, bagi yang memproduksi dan menjual miras, ganjaran yang diberikan lebih berat. Penjual akan mendapat hukuman cambuk paling banyak 60 kali serta wajib membayar denda untuk satu kali cambuk masing-masing 10 gram emas. “Kedua-duanya harus dijalani dan terserah hakim memilih nilai dendanya berapa,” ujarnya.



Kenapa yang memproduksi mendapat ganjaran lebih banyak, Bahrom mengatakan karena kalau barang tidak ada maka tidak ada yang mengonsumsi miras. “Ini untuk membuat mereka jera.” Hukuman cambuk, lanjut Bahrom tidak hanya belaku untuk pemabuk tetapi berlaku juga untuk kasus khalwat, zina, maisir, dan kasus lain yang melanggar Qanun Syariat Islam.



Menurut Bahrom, qanun jinayat tidak bisa menjangkau warga Aceh yang berkhalwat, berjudi atau minum arak di luar Aceh. Aturan ini hanya berlaku dalam ruang lingkup Aceh dan upaya dari penegakan Syariat Islam. Namun, bagi orang Islam dari luar Aceh dan kedapatan melakukan pelanggaran syariat di Aceh tetap akan dijerat dengan aturan dalam qanun ini. Sedangkan bagi yang nonmuslim boleh memilih apakah menjalani hukuman cambuk atau sanksi yang sudah diatur dalam KUHP.

Hukuman zina
Bahrom mengatakan, bagi penzina, sanksi cambuk sebanyak 100 kali. Kemudian akan dilihat faktor terjadinya zina apalah dipaksa atau berzina dengan anak-anak. Hingga saat ini yang masih dibicarakan bagi orang yang sudah menikah itu sanksi yang diberikan berupa hukuman rajam dan ditanam di persimpangan jalan kemudian dilempar. “Ini belum tertuang dalam raqan dan masih dibahas,” katanya.

Politisi dari PPP ini mengakui ada beberapa penjabaran yang dituangkan dalam raqan ini. Misalnya, untuk zina dikembangkan sehingga di dalamnya ada hukuman bagi yang terlihat bermesraan di tempat ramai, pelecehan seksual serta beberapa hal lain. Agar ini menjadi hukum yang baik, maka pihaknya pada akhir minggu kedua Agustus akan bertemu Menteri Hukum dan HAM.

Terhadap tatacara cambuk, Serambi menemukan catatan yang tertuang dalam Raqan Hukum Acara Jinayat, yaitu hukuman dilakukan di atas alas berukuran minimal 3x3 meter, jarak tempat berdiri terhukum dengan masyarakat yang menyaksikan paling dekat 15 meter. Kemudian pencambukan dilakukan menggunakan rotan berdiamater antara 0,75-1 cm dan tidak mempunyai ujung yang terbelah, jarak terhukum dengan pecambuk antara 0,70-1 meter dengan posisi pecambuk berdiri di sebelah kiri terhukum.(swa)

Sumber : http://serambinews.com/
Read More »

Kepengurusan Baru Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir di Bentuk

Wednesday, August 12, 2009

Catatan: Azwir Muhammad Hasan

MESIR - Kamis, 23 Juli 2009 merupakan hari yang bersejarah bagi KMA Mesir, pada hari itu telah terpilih sang nahkoda baru KMA yaitu Tgk. Mubashshirullah bin Musa Umar yang menang mutlak dalam pemungutan suara yang berlangsung sengit, acara yang diadakan di Meuligoe KMA Mesir ini berlangsung kurang lebih tujuh jam.

Sebelum acara pemilihan nahkoda baru KMA ini dimulai, terlebih dahulu telah diadakan acara Syura bil Muhasabah, yaitu acara pertanggung jawaban ketua KMA dan jajarannya yang terdahulu, acara dimulai dengan pembukaan oleh protokol, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Al-Quran oleh Tgk. Muhammad Abduh, lalu kata-kata sambutan,kata sambutan pertama oleh Ketua Panitia Acara, Tgk. Hanif Muhammad Dahlan, kemudian dari Koordinator Majlis Syura, Tgk. H. Amri Fatmi Anziz, Lc..

Setelah seluruh pemuka KMA memberikan kata-kata sambutan dan arahan, barulah dimulai sidang pleno pertanggung jawaban ketua KMA lama, BPH dan seluruh koordinator bagian masing-masing. Acara ini dimulai dengan pembukaan sidang oleh Dewan Presidium Sidang, Tgk. H. Muakhir Zakaria S.Pd.I., Dpl. dan Tgk H. Riza Nazlianto, Lc.. Setelah pembukaan sidang barulah para nahkoda KMA lama yang ketuai oleh Tgk. Yusri Noval Syukri, Lc., untuk unjuk gigi dalam sidang pleno ini.

Pembukaan acara dibuka oleh Ketua KMA lama yang didampingi masing-masing sebelah kanan dan kiri yaitu Tgk. Riza Fadli Abdullah, yang menjabat sebagai sekretaris I, Tgk. Iswar Sukarsa, sebagai sekretaris II, Tgk. Muhammad Husni Mukhtar sebagai Wakil Ketua II, Tgk.

Muchlis Diafarni sebagai Bendahara I dan Tgk. Yermijal Firdian sebagai Bendahara II, juga para seluruh koordinator bidang. seperti Bidang Pendidikan yang di koordinir oleh Tgk. Abdul Halim, Bidang Litbang yang dikoordinir oleh Tgk. Muttaqin Anas, Bidang Bakat dan Seni yang dikoordinir oleh Tgk. Faudhari.

Ada juga Bidang Humas yang di wakili oleh Tgk. Khairul Umam, Bidang Olah Raga yang dikoordinir oleh Tgk. Sufrizal, Bidang Kesejahteraan yang dikoordinir oleh Tgk. Faisal Ishaq. Bidang Keputrian yang dikoordinatori oleh Tgk. Puspa Rahmayani.

Sidang berjalan dengan penuh khidmat dan tampak serius, walaupun ada canda tawa di dalamnya. Juga terlihat di sana para panitia acara yang sibuk bolak-balik di dalam ruangan, ada yang sibuk mencatat para hadirin yang datang, perekam video, pengatur acara, pemasak hidangan yang langsung dikoordinir oleh Tgk. Ramli dan Tgk. Juanis.

Bagian Humas dan Perlengkapan acara yang sehari sebelumnya telah bekerja keras untuk mengantarkan surat dan perlengkapan untuk acara. Juga hadir para warga KMA yang ada di seluruh penjuru Mesir, mereka datang khusus untuk mengikuti acara yang diadakan setahun sekali itu. selesai pengurus KMA membacakan hasil kerja di dalam sidang dan diterima oleh segenap hadirin yang datang maka berakhirlah acara Syura Bil Muhasabah.

Selesai Shalat Ashar yang dilaksanakan di masjid yang berdekatan dengan sekretariat KMA, maka dimulailah acara Pemilihan Ketua KMA yang baru.

Sebelum acara ini dimulai para nasyider KMA telah unjuk kebolehan dalam dunia tarik suara yang dibawakan oleh Tgk. Zulhelmi, dkk. acara di mulai dengan pembukaan oleh Koordinator Majlis Syura Tgk. Amri Fatmi Lc., setelah beliau membuka acara, beliau langsung menampakkan di layar Projektor, kandidat yang telah dipilih oleh para warga KMA dan telah di saring oleh Majlis Syura yaitu Tgk Mubashshirullah bin Musa dan Tgk. Muhammad Husni Mukhtar untuk diperkenalkan kepada publik KMA.

Setelah perkenalan acara dilanjutkan dengan kampanye para kandidat kurang lebih masing-masing 5 menit. Situasi haru terjadi ketika para kandidat menyampaikan orasinya, masing-masing kandidat meminta kepada hadirin untuk tidak memilihnya, selesai orasi para kandidat acara di lanjutkan dengan pembagian kertas suara kepada seluruh jajaran warga KMA yang hadir untuk memilih siapa yang akan menjadi nahkoda baru KMA Mesir.

Setelah menunggu selama setengah jam, kertas suara telah terkumpul seluruhnya ke dalam kotak suara yang kemudian dibacakan oleh Tgk. Jamal satu persatu.

Situasi sengit dan canda tawa pun terjadi ketika awal pembacaan kertas suara yang kedua kandidat memperoleh suara yang sama, tetapi setelah berselang setengah jalan pembacaan kertas suara mulai mengarah kepada Tgk. Mubashshirullah yang kemudian dimenanginya.

Tepuk tangan para hadirin pun mulai melebar setelah pembacaan kertas suara diselesaikan. Setelah semua surat suara terselesaikan maka berakhir pula acara pemilihan ketua KMA baru.

Setelah Shalat Maghrib selesai acara dilanjutkan dengan penyampaian kesan-kesan dari ketua KMA yang baru dan ditutup dengan pembacaan doa dan santapan hidangan yang telah di siapkan oleh Panitia Konsumsi.

Penulis adalah Akitifis World Achehnese Association (WAA), Mahasiswa Fakultas Al-Azhar, Cairo- Mesir.
Read More »

Orang Tua Kami Dari Aceh Menyelesaikan Program Doktor Di Mesir. DR. Tgk. H. Fachrul Ghazi, MA

Saturday, August 1, 2009

Satu lagi seorang Doktor asal Indonesia dilahirkan Universitas Al-Azhar Cairo Mesir. DR. Fachrul Ghazi MA, lahir di Jakarta, 11 Februari 1962. Tiba di Mesir tanggal 16 Mei 1981 dan Menikah tahun 1995, dikaruniai 2 orang anak ; Zulva Fachrina (Cairo, 10 Desember 1995 ) dan Fachri El Fayyadh ( Samarinda, 12 Februari 2005 ). Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Samarinda, Kalimantan Timur ini pernah bekerja sebagai local staff Bidang Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Cairo, (1992 s.d. 1997)

Doktor asal Aceh ini menyelesaikan sidang Disertasinya di Jurusan Balaghah dan Kritik Sastra Arab Fakultas Bahasa Arab Universitas Al-Azhar Mesir, pada tangal 22 Oktober 2008 dan mendapatkan nilai Summa Cumlaude (Martabah Syaraf al-Ula). Dengan judul disertasi:

الشواهد البلاغية فى كتاب المطول لسعد الدين التفتازانى، دراسة وموازنة

Studi Komperatif Contoh-contoh Sastra Balaghah Dalam Kitab

Studi S3 ditempuh selama 8 tahun, dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2008.

Alamat di Indonesia: Jl. Damai II, no. 55, Cipete Utara, Jakarta Selatan.

Alamat di Mesir: Ibrahim Naji str. Bld. 23 no. 16, 10th distric, Nasr City, Cairo, Egypt. Tlp. 0169107620. Email: alghaazi@yahoo.com Alamat e-mail ini diproteksi dari spabot, silahkan aktifkan Javascript untuk melihatnya

Riwayat Pendidikan:

SD Jakarta Selatan (1974), PM Gontor (1980), Ma`had Al-Azhar (1982), S1 Bahasa Arab Al-Azhar (1986), S2 Bahasa Arab Al-Azhar (1997).

Kesan selama menempuh pendidikan di Mesir:

Menyelesaikan studi, terutama di Univ. al-Azhar, dapat dituntaskan dalam jangka waktu yang relative singkat dengan syarat pasang niat lillahi ta'ala, penuh konsentrasi belajar dan persiapkan mental yang gigih serta giat. Terkait dengan hal ini, kami teringat dengan pesan Pa Kiai 'utruk ma siwa ad-dars' (tinggalkan segalanya kecuali belajar).

Yang menyebabkan kami cukup lama menyelesaikan program S2 dan S3 di Univ. al-Azhar, ya.. karena tidak mengindahkan pesan Pa Kiai tadi. Selama menyelesaikan penulisan tesis, kami memberanikan diri untuk mencari pengalaman bekerja sebagai local staff di KBRI Cairo, dengan alasan klasik yaitu untuk memadai tuntutan biaya hidup dan studi. Ditambah lagi dengan kesibukan-kesibukan yang lain sehingga konsentrasi untuk menyelesaikan studipun tidak maksimal. Untung saja, atasan kami ketika itu, Atdikbud Bapak Drs. Muchlis Dasuki M.Ed dan Atdikbud Bapak Drs. Sukarna Syarif, M.Ed, mendorong kami untuk menyelesaikan penulisan tesis.

Lupa akan pesan Pa Kiai terjadi lagi ketika kami menyelesaikan program S3. Alasan klasik pun terulang kembali. Sambil menulis disertasi, kami disibukkan dengan tugas utama kami sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan jabatan Dosen di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Samarinda, Kalimantan Timur. Karena peraturan kepegawaian dan ditambah lagi dengan kegiatan-kegiatan dakwah lainnya mengakibatkan konsentrasi untuk penulisan disertasipun tidak maksimal. Tapi kembali, dengan bermodalkan niat lillah ta'ala dan semangat untuk menuntaskan studi program S3, akhirnya alhamdulillah kami dapat menyelesaikan akhir jenjang studi, sekaligus sebagai doktor lulusan Univ. al-Azhar pertama untuk kawasan Asia Tenggara dalam spesialisasi Balaghah dan Kritik Sastra Arab, ' Antal awwalu ya fach ! ' ( kamu pertama ) demikian kata pembimbing kami Prof. Dr. Mahmoud Abdul 'Aziem Abdullah Shofa, Guru Besar Balaghah dan Kritik Sastra Arab pada Fakultas Bahasa Arab, Universitas al-Azhar, Mesir.

Pesan bagi mahasiswa lain:

- Ingat selalu tujuan belajar dengan niat lillahi ta'ala.

- Sibukkan dengan menghadiri kuliah dan baca muqarrar serta mengikuti bimbingan-bimbingan muqarrar.

- Ciptakan lingkungan yang mendukung kesuksesan studi.

- Belajar tidak pandang umur dan tempat.

- Ingat selalu dan taat menjalani pesan Orang tua dan ulama (Pak Kiai)
Read More »