lllll

Penjara Israel, Kucing pun Dianggap "Teroris" Berbahaya

Friday, November 20, 2009


Membuat para tahanan Palestina menderita dan sengsara sepertinya tidak cukup bagi para pengelola penjara Israel. Pengelola penjara Israel di Negev bahkan tidak senang melihat para tahanan Palestina itu berteman baik dengan kucing. Untuk itu. pihak penjara memberlakukan aturan untuk membuang bahkan menghukum kucing-kucing liar yang masuk ke dalam kompleks penjara itu.

Beberapa tahanan Palestina yang mendekam di penjara Israel di Negev memelihara dan memberi makan kucing-kucing liar yang masuk ke dalam kompleks penjara, meski para tahanan itu sendiri tidak mendapatkan asupan makanan yang cukup dari aparat penjara. Kucing-kucing itu ibarat teman bagi para tahanan Palestina dan ternyata hal itu membuat pengelola penjara tidak senang.

Mereka menuding kucing-kucing tersebut telah memberikan "bantuan" bagi para tahanan Palestina dengan membawakan makanan atau benda-benda kecil dari satu sel ke sel lain, sehingga aparat penjara memutuskan untuk memberlakukan larangan memelihara kucing dan menghukum kucing-kucing peliharaan tahanan Palestina dengan menjebloskan hewan tak berdosa itu ke dalam sel isolasi selama beberapa hari.

Tindakan aparat penjara Israel di Negev mungkin berlebihan. Tapi tujuan para Zionis itu sebenarnya adalah ingin melemahkan mental warga Palestina yang mereka tawan, mengisolasi mereka dan menjauhkan mereka dari hal-hal yang membuat para tahanan Palestina itu tersenyum meski cuma bercengkerama dengan seekor kucing.
Read More »

Kisah Di Balik Layar “Damai ACEH”

Tuesday, August 18, 2009

Oleh Jusuf Kalla - 23 Mei 2009 - Dibaca 4771 Kali -
http://jusufkalla.kompasiana.com/2009/05/23/kisah-di-balik-layar-damai-aceh

Sebenarnya keterlibatan saya dalam menyelesaikan Konflik Aceh itu hanya kebetulan belaka. Meski sebenarnya sebelum mendamaikan Aceh, saya sudah memiliki pengalaman dalam mendamaikan Ambon dan Poso. Bagi anda yang belum begitu mengetahui bagaimana cerita di balik layar tentang proses perdamaian Aceh, maka saya akan menceritakan kepada anda semua.


Pada Zaman Ibu Mega menjabat sebagai presiden saat itu saya dipercayakan sebagai MENKOKESRA. Nah salah satu tugas daripada MENKOKESRA adalah mengurusi pengungsi, dan salah satu pengungsi terbesar itu ada di ACEH. Sebenarnya urusan untuk mendamaikan atau pun meredam konflik Aceh itu sebenarnya tugas dari MENKOPOLKAM yang saat itu sedang dijabat oleh pak SBY. Saya pertama kali mengunjungi pengungsi Aceh di ajak oleh beliau (Pak SBY). Saat itu sudah ada 2,5 juta orang. Maka saya mengambil kesimpulan, urusan pengungsi ini, tidak bisa diselesaikan tanpa adanya perdamaian. Mengingat sebelumnya saya sudah punya pengalaman dalam hal mendamaikan Aceh, Poso maka saya berinisitif dan meminta izin kepada Presiden untuk membantu mendamaikan Aceh tanpa bermaksud untuk memotong tugas dan wewenang dari seorang MENKOPOLKAM. Presiden memberi izin, dan saya mulai mengumpulkan tim yang terdiri atas saudara Hamid Awaluddin dan dr. Farid serta beberapa teman lainnya. Sementara untuk bendahara Tim saya mengangkat istri saya, karena memang ada biaya perdamaian ini yang diambil dari kocek pribadi saya, (saya tidak akan mengatakan berapa jumlahnya).
Langkah pertama yang saya lakukan ialah mencari tahu apa persoalannya. datangi persoalannya, ketahui persoalannya, tanpa mengetahui persoalannya dan mendatangi persoalannya. Karena itu yang pertama ialah mempelajari apa masalah sebenarnya. Sering orang salah mengira masalah yang terjadi di Aceh. Banyak yang menyangka bahwa itu murni masalah syariah. Padahal bukan! inti masalahnya adalah ketidakadilan.
Pada waktu diadakan perundingan, tepatnya selama 17 hari, saya sampai bosan, karena semua buku di meja saya, semua buku tentang Maluku, buku di kamar, di mobil semua tentang Maluku, sehingga saya merasa orang Maluku.
Ketika perjanjian damai ditanda tangani, banyak pihak yang sangsi, kalau damai di Aceh akan benar-benar terwujud. Banyak yang menganggap bahwa itu hanya bagian dari strategi GAM untuk mengumpulkan kembali kekuatan yang sempat porak poranda akibat tsunami pada 2004 akhir. Termasuk panglima TNI waktu itu, dia bilang ke saya “wah pak bagaimana, seandainya GAM maupun TNI tetap mengangkat senjata, meski perjanjian damai sudah ditanda tangani ? Saya bilang, “Pak Panglima, saya yakin ini selesai!”, siapa sih yang enak tinggal di hutan, digigitin nyamuk, makan seadanya ubi kayu, apa enak?”, mending pulang ke kota ketemu keluarga, anak istri,. Hal yang sama juga dengan tentara kita emang enak itu TNI tinggal di Aceh, uang makannya hanya 17 ribu, makan supermi, selalu dihantui oleh perasaan ditembak, dan tidak tahu perang melawan siapa, bahan bias dikata perang melawan saudara sendiri, apa enak itu?”.
Jadi yakinlah bahwa begitu damai maka langsunglah teman-teman (TNI) bisa pulang. Itulah jaminan saya, dan jaminan itu juga saya minta kepada Presiden untuk memberi jaminan yang sama. Apabila GAM meletakkan senjata, maka TNI pulang. Ini disebut sebagai sistem cash and carry, yang merupakan sistem pertama yang diterapkan di dunia, dalam upaya melakukan perdamian antara dua pihak yang bertikai. Teknisnya setiap 300 pucuk senjata GAM yang diserahkan maka 10 Batalyon pasukan TNI yang ditarik pulang.
Kemudian masalah muncul lagi, GAM tidak mau menyerahkan senjata ke TNI, karena yang ditanda tangani di Helsinky itu adalah surat perjanjian damai, bukan menyerah. Artinya apabila GAM menyerahkan senjata ke TNI itu berarti dia mengaku kalah. Jadi harus kita cari jalan tengah lagi, akhirnya mucul ide, agar GAM tidak merasa harga dirinya diinjak injak maka diambil keputusan bahwa GAM tidak perlu menyerahkan senjata ke Pemerintah Indonesia. Ia cukup menyerahkan senjatanya kepada pemantau asing dalam hal ini AMM untuk kemudian di bawah ke tengah lapangan dan dipotong oleh pihak AMM , dan disaksikan oleh seluruh pihak,
Tahap awal 300 pucuk senjata dipotong di tengah tanah lapang. Setiap senjata dibelah dan dipotong 3, dan setiap pihak menyimpan salah satu bagian sebagai kenang-kenangan. Jadi kalau di media ada yang memberitakan GAM menyerahkan senjata kepada TNI, itu salah !!. GAM tidak pernah menyerahkan senjatanya, tapi ia berdasaran kesepakatan antara GAM dan Pemerintah RI, bahwa senjata diserahlan kepada pihak AMM. Pemerintah sendiri menjadi saksi dari segi jumlah maupun senjata yang disetor ke AMM. Jadi itu strategi yang saya ambil waktu itu sebagai jalan untuk Win-Win Solution. 300 senjata dipotong, 10 batalyon TNI naik kapal di pelabuhan untuk pulang ke daerah masing-masing. Jadi ini yang saya namakan sistem ”Cash and Carry” yang adil, karena 10 Batalyon itu sama dengan 300 Pasukan sesuai dengan jumlah senjata GAM yang dipotong pada tahap awal damai.
Kemudian tahap selanjutnya, barulah proses resmi di samping doa bersama-sama. Dan yang paling sulit adalah soal partai politik lokal sesuai dengan syarat yang diminta oleh GAM. Waktu itu ada yang menganggap Partai lokal itu, melanggar Undang-undang, tapi saya bilang tidak, ada juga contoh partai politik lokal, contoh pada tahun 1955, ada partai lokal dan contoh Undang-undang Kedudukan Partai, di situ ada peluang mendirikan partai lokal,. Tetapi tetap saja rumit sekali mencarikan jalan keluarnya. Padahal Ini perundingan terakhir, perundingan satu malam, ada rumusan yang tidak sesuai, perundingan damai terancam dead lock.
Saya kebetulan malam itu hanya berdua dengan istri. Kemudian salah seorang Kyai yang juga sahabat saya menelepon ”saya tahu pak jusuf lagi kesulitan, ada baiknya baca Yassin 10 kali, insya allah selesai persoalan. Akhirnya saran itu saya jalankan, berhubung membaca Yassin 10 kali itu memakan waktu yang lamabisa 2 jam untuk saya. Jadi saya minta istri saya untuk bantu, dia baca 5 kali dan saya juga baca 5 kali, jadi 10 kan ? Habis membaca Yassin langsung ada telepon, dari Helsinki, yang menyatakan bahwa perundingan bisa dilanjutkan.
Pak Presiden tidak jadi masalah, akhirnya draft atas izin presiden saya tanda tangani lagi jam 1 malam. Saudara Malik paraf juga biar. Sepuluh menit kemudian datang paraf, beliau paraf, baru saya tidur, alhamdulillah, karena itulah perundingan terakhir sebelum penandatanganan. Jadi yakin 10 kali, dan ini penting. Saya pada waktu itu bertanya kepada Saudara Saman, kata Pak Saman di hutan di Aceh, dia berhubungan terus dengan Pak Malik. Saya tanya waktu itu, Pak, pada malam terakhir itu, you bikin apa? Kami bingung juga kapan selesainya ini, bagaimana. Jadi kami berdua shalat tahajud di masjid, dan alhamdulillah selesai, rupanya antara kedua belah piahk sama sama ingin damai. Salah satunya Pak Malik juga ingin damai, dan dengan doa semuanya, apapun upaya itu, tanpa upaya dan doa itu tidak akan selesai.
saya kira perundingan Aceh yang paling murah yang kita lakukan. Karena tidak ada anggarannya, dari Negara. Istri saya yang menjadi bendahara . dr. Farid merangkap segala macam, karena dia yang paling muda. dan saudara Hamid yang akan tercatat dalam sejarah, karena fotonya ada di situ waktu penandatangan perjanjian damai.
Read More »

Di Aceh Penjual Miras 60 Kali Cambuk Tambah Denda 600 Gram Emas

Saturday, August 15, 2009

* Yang Mengonsumsi 40 Kali Cambuk tak Boleh Bayar Denda

BANDA ACEH - Panitia Khusus (Pansus) DPRA sudah memasuki proses finalisasi pembahasan Rancangan Qanun (Raqan) Hukum Acara Jinayat. Dalam waktu dekat pansus akan berkonsultasi dengan Departemen Hukum dan HAM di Jakarta. Dalam Raqan Hukum Acara Jinayat tersebut, hukuman untuk yang memproduksi minuman keras (miras) dan penjual adalah 60 kali cambuk ditambah membayar denda 10 gram emas untuk satu kali cambuk. Itu artinya, untuk ganjaran 60 kali cambuk harus menambah bayar denda sebanyak 600 gram.

Sedangkan ganjaran yang bakal diberikan pada orang Islam yang mengonsumsi minuman keras berupa 40 kali cambuk. Pelanggar (yang mengonsumsi) tidak boleh membayar denda karena peluang ini telah ditutup. Ketua Pansus, Bahrom M Rasyid dan Sekretaris Pansus, Bustanul Arifin, kepada Serambi, Jumat (14/8) mengatakan, tugas tim untuk membahas raqan tersebut hampir rampung.

Menurut Bahrom M Rasyid, banyak hal yang telah disepakati. Satu di antaranya adalah khusus untuk warga muslim yang mengonsumsi miras maka ganjaran yang diberikan sebanyak 40 kali cambuk. “Ini ketetapan sudah pasti dan tidak ada pilihan untuk membayar denda. Siapapun orangnya apakah ia pejabat atau bukan yang melanggar harus menjalani hukuman cambuk,” katanya.

Kemajuan lain, kata Bahrom, bagi yang memproduksi dan menjual miras, ganjaran yang diberikan lebih berat. Penjual akan mendapat hukuman cambuk paling banyak 60 kali serta wajib membayar denda untuk satu kali cambuk masing-masing 10 gram emas. “Kedua-duanya harus dijalani dan terserah hakim memilih nilai dendanya berapa,” ujarnya.



Kenapa yang memproduksi mendapat ganjaran lebih banyak, Bahrom mengatakan karena kalau barang tidak ada maka tidak ada yang mengonsumsi miras. “Ini untuk membuat mereka jera.” Hukuman cambuk, lanjut Bahrom tidak hanya belaku untuk pemabuk tetapi berlaku juga untuk kasus khalwat, zina, maisir, dan kasus lain yang melanggar Qanun Syariat Islam.



Menurut Bahrom, qanun jinayat tidak bisa menjangkau warga Aceh yang berkhalwat, berjudi atau minum arak di luar Aceh. Aturan ini hanya berlaku dalam ruang lingkup Aceh dan upaya dari penegakan Syariat Islam. Namun, bagi orang Islam dari luar Aceh dan kedapatan melakukan pelanggaran syariat di Aceh tetap akan dijerat dengan aturan dalam qanun ini. Sedangkan bagi yang nonmuslim boleh memilih apakah menjalani hukuman cambuk atau sanksi yang sudah diatur dalam KUHP.

Hukuman zina
Bahrom mengatakan, bagi penzina, sanksi cambuk sebanyak 100 kali. Kemudian akan dilihat faktor terjadinya zina apalah dipaksa atau berzina dengan anak-anak. Hingga saat ini yang masih dibicarakan bagi orang yang sudah menikah itu sanksi yang diberikan berupa hukuman rajam dan ditanam di persimpangan jalan kemudian dilempar. “Ini belum tertuang dalam raqan dan masih dibahas,” katanya.

Politisi dari PPP ini mengakui ada beberapa penjabaran yang dituangkan dalam raqan ini. Misalnya, untuk zina dikembangkan sehingga di dalamnya ada hukuman bagi yang terlihat bermesraan di tempat ramai, pelecehan seksual serta beberapa hal lain. Agar ini menjadi hukum yang baik, maka pihaknya pada akhir minggu kedua Agustus akan bertemu Menteri Hukum dan HAM.

Terhadap tatacara cambuk, Serambi menemukan catatan yang tertuang dalam Raqan Hukum Acara Jinayat, yaitu hukuman dilakukan di atas alas berukuran minimal 3x3 meter, jarak tempat berdiri terhukum dengan masyarakat yang menyaksikan paling dekat 15 meter. Kemudian pencambukan dilakukan menggunakan rotan berdiamater antara 0,75-1 cm dan tidak mempunyai ujung yang terbelah, jarak terhukum dengan pecambuk antara 0,70-1 meter dengan posisi pecambuk berdiri di sebelah kiri terhukum.(swa)

Sumber : http://serambinews.com/
Read More »

Kepengurusan Baru Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir di Bentuk

Wednesday, August 12, 2009

Catatan: Azwir Muhammad Hasan

MESIR - Kamis, 23 Juli 2009 merupakan hari yang bersejarah bagi KMA Mesir, pada hari itu telah terpilih sang nahkoda baru KMA yaitu Tgk. Mubashshirullah bin Musa Umar yang menang mutlak dalam pemungutan suara yang berlangsung sengit, acara yang diadakan di Meuligoe KMA Mesir ini berlangsung kurang lebih tujuh jam.

Sebelum acara pemilihan nahkoda baru KMA ini dimulai, terlebih dahulu telah diadakan acara Syura bil Muhasabah, yaitu acara pertanggung jawaban ketua KMA dan jajarannya yang terdahulu, acara dimulai dengan pembukaan oleh protokol, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Al-Quran oleh Tgk. Muhammad Abduh, lalu kata-kata sambutan,kata sambutan pertama oleh Ketua Panitia Acara, Tgk. Hanif Muhammad Dahlan, kemudian dari Koordinator Majlis Syura, Tgk. H. Amri Fatmi Anziz, Lc..

Setelah seluruh pemuka KMA memberikan kata-kata sambutan dan arahan, barulah dimulai sidang pleno pertanggung jawaban ketua KMA lama, BPH dan seluruh koordinator bagian masing-masing. Acara ini dimulai dengan pembukaan sidang oleh Dewan Presidium Sidang, Tgk. H. Muakhir Zakaria S.Pd.I., Dpl. dan Tgk H. Riza Nazlianto, Lc.. Setelah pembukaan sidang barulah para nahkoda KMA lama yang ketuai oleh Tgk. Yusri Noval Syukri, Lc., untuk unjuk gigi dalam sidang pleno ini.

Pembukaan acara dibuka oleh Ketua KMA lama yang didampingi masing-masing sebelah kanan dan kiri yaitu Tgk. Riza Fadli Abdullah, yang menjabat sebagai sekretaris I, Tgk. Iswar Sukarsa, sebagai sekretaris II, Tgk. Muhammad Husni Mukhtar sebagai Wakil Ketua II, Tgk.

Muchlis Diafarni sebagai Bendahara I dan Tgk. Yermijal Firdian sebagai Bendahara II, juga para seluruh koordinator bidang. seperti Bidang Pendidikan yang di koordinir oleh Tgk. Abdul Halim, Bidang Litbang yang dikoordinir oleh Tgk. Muttaqin Anas, Bidang Bakat dan Seni yang dikoordinir oleh Tgk. Faudhari.

Ada juga Bidang Humas yang di wakili oleh Tgk. Khairul Umam, Bidang Olah Raga yang dikoordinir oleh Tgk. Sufrizal, Bidang Kesejahteraan yang dikoordinir oleh Tgk. Faisal Ishaq. Bidang Keputrian yang dikoordinatori oleh Tgk. Puspa Rahmayani.

Sidang berjalan dengan penuh khidmat dan tampak serius, walaupun ada canda tawa di dalamnya. Juga terlihat di sana para panitia acara yang sibuk bolak-balik di dalam ruangan, ada yang sibuk mencatat para hadirin yang datang, perekam video, pengatur acara, pemasak hidangan yang langsung dikoordinir oleh Tgk. Ramli dan Tgk. Juanis.

Bagian Humas dan Perlengkapan acara yang sehari sebelumnya telah bekerja keras untuk mengantarkan surat dan perlengkapan untuk acara. Juga hadir para warga KMA yang ada di seluruh penjuru Mesir, mereka datang khusus untuk mengikuti acara yang diadakan setahun sekali itu. selesai pengurus KMA membacakan hasil kerja di dalam sidang dan diterima oleh segenap hadirin yang datang maka berakhirlah acara Syura Bil Muhasabah.

Selesai Shalat Ashar yang dilaksanakan di masjid yang berdekatan dengan sekretariat KMA, maka dimulailah acara Pemilihan Ketua KMA yang baru.

Sebelum acara ini dimulai para nasyider KMA telah unjuk kebolehan dalam dunia tarik suara yang dibawakan oleh Tgk. Zulhelmi, dkk. acara di mulai dengan pembukaan oleh Koordinator Majlis Syura Tgk. Amri Fatmi Lc., setelah beliau membuka acara, beliau langsung menampakkan di layar Projektor, kandidat yang telah dipilih oleh para warga KMA dan telah di saring oleh Majlis Syura yaitu Tgk Mubashshirullah bin Musa dan Tgk. Muhammad Husni Mukhtar untuk diperkenalkan kepada publik KMA.

Setelah perkenalan acara dilanjutkan dengan kampanye para kandidat kurang lebih masing-masing 5 menit. Situasi haru terjadi ketika para kandidat menyampaikan orasinya, masing-masing kandidat meminta kepada hadirin untuk tidak memilihnya, selesai orasi para kandidat acara di lanjutkan dengan pembagian kertas suara kepada seluruh jajaran warga KMA yang hadir untuk memilih siapa yang akan menjadi nahkoda baru KMA Mesir.

Setelah menunggu selama setengah jam, kertas suara telah terkumpul seluruhnya ke dalam kotak suara yang kemudian dibacakan oleh Tgk. Jamal satu persatu.

Situasi sengit dan canda tawa pun terjadi ketika awal pembacaan kertas suara yang kedua kandidat memperoleh suara yang sama, tetapi setelah berselang setengah jalan pembacaan kertas suara mulai mengarah kepada Tgk. Mubashshirullah yang kemudian dimenanginya.

Tepuk tangan para hadirin pun mulai melebar setelah pembacaan kertas suara diselesaikan. Setelah semua surat suara terselesaikan maka berakhir pula acara pemilihan ketua KMA baru.

Setelah Shalat Maghrib selesai acara dilanjutkan dengan penyampaian kesan-kesan dari ketua KMA yang baru dan ditutup dengan pembacaan doa dan santapan hidangan yang telah di siapkan oleh Panitia Konsumsi.

Penulis adalah Akitifis World Achehnese Association (WAA), Mahasiswa Fakultas Al-Azhar, Cairo- Mesir.
Read More »

Orang Tua Kami Dari Aceh Menyelesaikan Program Doktor Di Mesir. DR. Tgk. H. Fachrul Ghazi, MA

Saturday, August 1, 2009

Satu lagi seorang Doktor asal Indonesia dilahirkan Universitas Al-Azhar Cairo Mesir. DR. Fachrul Ghazi MA, lahir di Jakarta, 11 Februari 1962. Tiba di Mesir tanggal 16 Mei 1981 dan Menikah tahun 1995, dikaruniai 2 orang anak ; Zulva Fachrina (Cairo, 10 Desember 1995 ) dan Fachri El Fayyadh ( Samarinda, 12 Februari 2005 ). Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Samarinda, Kalimantan Timur ini pernah bekerja sebagai local staff Bidang Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Cairo, (1992 s.d. 1997)

Doktor asal Aceh ini menyelesaikan sidang Disertasinya di Jurusan Balaghah dan Kritik Sastra Arab Fakultas Bahasa Arab Universitas Al-Azhar Mesir, pada tangal 22 Oktober 2008 dan mendapatkan nilai Summa Cumlaude (Martabah Syaraf al-Ula). Dengan judul disertasi:

الشواهد البلاغية فى كتاب المطول لسعد الدين التفتازانى، دراسة وموازنة

Studi Komperatif Contoh-contoh Sastra Balaghah Dalam Kitab

Studi S3 ditempuh selama 8 tahun, dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2008.

Alamat di Indonesia: Jl. Damai II, no. 55, Cipete Utara, Jakarta Selatan.

Alamat di Mesir: Ibrahim Naji str. Bld. 23 no. 16, 10th distric, Nasr City, Cairo, Egypt. Tlp. 0169107620. Email: alghaazi@yahoo.com Alamat e-mail ini diproteksi dari spabot, silahkan aktifkan Javascript untuk melihatnya

Riwayat Pendidikan:

SD Jakarta Selatan (1974), PM Gontor (1980), Ma`had Al-Azhar (1982), S1 Bahasa Arab Al-Azhar (1986), S2 Bahasa Arab Al-Azhar (1997).

Kesan selama menempuh pendidikan di Mesir:

Menyelesaikan studi, terutama di Univ. al-Azhar, dapat dituntaskan dalam jangka waktu yang relative singkat dengan syarat pasang niat lillahi ta'ala, penuh konsentrasi belajar dan persiapkan mental yang gigih serta giat. Terkait dengan hal ini, kami teringat dengan pesan Pa Kiai 'utruk ma siwa ad-dars' (tinggalkan segalanya kecuali belajar).

Yang menyebabkan kami cukup lama menyelesaikan program S2 dan S3 di Univ. al-Azhar, ya.. karena tidak mengindahkan pesan Pa Kiai tadi. Selama menyelesaikan penulisan tesis, kami memberanikan diri untuk mencari pengalaman bekerja sebagai local staff di KBRI Cairo, dengan alasan klasik yaitu untuk memadai tuntutan biaya hidup dan studi. Ditambah lagi dengan kesibukan-kesibukan yang lain sehingga konsentrasi untuk menyelesaikan studipun tidak maksimal. Untung saja, atasan kami ketika itu, Atdikbud Bapak Drs. Muchlis Dasuki M.Ed dan Atdikbud Bapak Drs. Sukarna Syarif, M.Ed, mendorong kami untuk menyelesaikan penulisan tesis.

Lupa akan pesan Pa Kiai terjadi lagi ketika kami menyelesaikan program S3. Alasan klasik pun terulang kembali. Sambil menulis disertasi, kami disibukkan dengan tugas utama kami sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan jabatan Dosen di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Samarinda, Kalimantan Timur. Karena peraturan kepegawaian dan ditambah lagi dengan kegiatan-kegiatan dakwah lainnya mengakibatkan konsentrasi untuk penulisan disertasipun tidak maksimal. Tapi kembali, dengan bermodalkan niat lillah ta'ala dan semangat untuk menuntaskan studi program S3, akhirnya alhamdulillah kami dapat menyelesaikan akhir jenjang studi, sekaligus sebagai doktor lulusan Univ. al-Azhar pertama untuk kawasan Asia Tenggara dalam spesialisasi Balaghah dan Kritik Sastra Arab, ' Antal awwalu ya fach ! ' ( kamu pertama ) demikian kata pembimbing kami Prof. Dr. Mahmoud Abdul 'Aziem Abdullah Shofa, Guru Besar Balaghah dan Kritik Sastra Arab pada Fakultas Bahasa Arab, Universitas al-Azhar, Mesir.

Pesan bagi mahasiswa lain:

- Ingat selalu tujuan belajar dengan niat lillahi ta'ala.

- Sibukkan dengan menghadiri kuliah dan baca muqarrar serta mengikuti bimbingan-bimbingan muqarrar.

- Ciptakan lingkungan yang mendukung kesuksesan studi.

- Belajar tidak pandang umur dan tempat.

- Ingat selalu dan taat menjalani pesan Orang tua dan ulama (Pak Kiai)
Read More »

Mahasiswa Aceh Mesir Mendapat Informasi Perkembangan Syariat Islam di Aceh

Wednesday, July 29, 2009

MESIR - Setelah beberapa hari yang lewat mahasiswa Aceh Mesir hadir temu ramah dengan Prof. DR. Tgk. H. Azman Ismail. MA. Kali ini, sebelum beliau berangkat meninggalkan mesir untuk pulang ke Aceh, sebuah pertemuan umum untuk seluruh mahasiswa Aceh Mesir kembali di laksanakan.

Dialog kali ini terlihat sangat seru, karena selain dialognya dengan para Professor yang berpengaruh di Aceh, beliau juga senior para mahasiswa Aceh Mesir yang sudah lama menyelesaikan program doktor di bumi para nabi tersebut.

Dialog ini juga di istilahkan oleh pembawa acara “Riza Fadhli” dengan istilah dialog duet abang letting yaitu, Prof. DR. Tgk. H. Azman Ismail. MA. Dan Prof. DR. Tgk. H. Muslim Ibrahim.MA, yang telah lama meninggalkan Mesir.

Dialog yang diadakan pada hari senin 30 Juni 2009 di Meuligoe KMA Mesir itu di mulai pukul 18.00 sampai 22.00 sangat menarik perhatian bagi mahasiswa aceh yang hadir pada acara tersebut, apalagi pembicaranya sendiri adalah sesepuh Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir.

Prof. Dr. Muslim Ibrahim MA, yang akrab di sapa dengan Pak Muslim ini, turut menjadi pembicara pada pertemuan tersebut, beliau membahas tentang perkembangan syari’at islam di Aceh, apa saja yang telah berjalan, serta qanun yang sedang di rancang dan lain-lain.

Dalam penyampaiannya, pak Muslim mengatakan bahwa syari’at islam yang sedang berjalan di Aceh saat ini sudah mulai nampak terlihat hasilnya. Dan, masyarakatpun sedikit demi sedikit sudah bisa memahaminya syari’at islam itu sendiri, walaupun belum berjalan sepenuhnya.

Pak Muslim juga memaparkan, bahwa syari’at islam yang sedang di jalankan saat ini sangat menjadi perhatian banyak pihak, baik perorangan maupun atas nama organisasi.

Bahkan, Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sendiri ikut memantau perkembangan syari’at islam yang sedang berjalan di Aceh sekarang ini.

Setelah Pak Mulem mengakhiri Syarahannya tentang berbagai perkembangan tentang syaria’t islam di Aceh, selanjutnya, dengan hormat, pembawa acara mengarahkan micropon ke pada Prof. DR. Tgk. H. Azman Ismail, MA.

Dalam penyampiannya, Prof. DR. Tgk. H. Azman Ismail mengatakan bahwa syari’at islam yang telah di paparkan oleh Pak Muslim tadi sudah sangat mencukupi. Maka, Oleh sebab itu, Tgk Azman atau yang akrab di sapa dengan Pak Azman, kali ini memberikan materi lebih mengarah kepada nasehat untuk mahasiswa aceh yang sedang belajar di Mesir.

Banyak nasehat yang diberikan oleh beliau dalam dialog tersebut, antara lain adalah, harapan kepada seluruh mahasiswa aceh di Mesir untuk lebih rajin belajar dan cepat-cepat pulang ke Aceh yang mulia. Harapan besar masyarakat aceh adalah agar alumni timur tengah yang nantinya pulang akan bisa membimbing mereka di bidang agama.

Selain itu, Pak Azman juga berpesan kepada seluruh mahasiswa aceh di mesir agar ketika pulang nanti jangan lupa membawa ijazah dengan nilai yang memuaskan.

Sesi Pertanyaan
Setelah kedua tokoh Aceh tersebut memaparkan materi yang begitu jelas dan memuaskan, maka sesi pertanyaan di berikan kesempatan kepada mahasiswa yang menyimpan uneg-uneg dalam hati untuk tidak segan-segan mengutarakannya.

Diantara pertanyaan yang di jawab oleh Bapak Muslim adalah tentang daerah perbatasan, yang di mana beliau mengatakan, bahwa, daerah perbatasan adalah daerah yang bermasalah.

Permasalahan di sini di sebebkan karena tombak-tombak kristenisasi dari luar Aceh, ada di perbatasan. Namun, beliau mengatakan bahwa para da’i perbatasanpun sudah kita kirim kesana, dengan tujuan membimbing dan mempertebal aqidah penduduk yang yang tinggal wilayah perbatasan tersebut.

Jawaban yang lain juga di jelaskan oleh beliau, yaitu metode menjadi seorang da’i atau seorang penceramah agama. Pak Muslim dengan gaya ceramahnya memberikan metode apa saja yang layak untuk kita jadikan sebagai sandaran saat pulang nanti dan berbau dengan masyarakat.

Pak Muslim bahkan turut memperagakan gaya berceremah, dan sangat menyentuh qalbu, penuh dengan hikmah, dan mudah untuk di pahami para pendengar.

Di akhir kalam, Pak Muslim berpesan kepada seluruh mahasiswa aceh yang sedang menuntut ilmu di Mesir ini untuk lebih giat belajar, beliau mengatakan bahwa pengganti kami nanti tidak ada yang lain kecuali kalian yang menuntut ilmu di timur tengah ini.

Kalau di bidang umum saat ini sudah banyak mahasiswa Aceh yang belajar di Eropa, Amerika, Australia, Korea dan lain-lain. Tapi, kalau di bidang agama harapan besar masyarakat aceh adalah alumni timur tengah, baik dari Mesir, Sudan, Arab Saudi dan lain-lain.

Berita ini sudah pernah di muat di waa-aceh.org

Penulis adalah Akitifis World Achehnese Association (WAA), Mahasiswa Fakultas Al-Azhar Mesir.
Read More »

Wajah - Wajah Perabadan Aceh

Wajah, bahasa, hingga berbagai jenis makanan di Nanggroe Aceh Darussalam dipengaruhi juga oleh Negara Timur Tengah, India dan beberapa daerah di Sumatra. Dalam bidang Agama, Islam merupakan Agama mayoritas, dan merupakan Propinsi penganut Agama Islam terbesar di Indonesia. Karena pada zaman dahulu, Aceh dikenal sebagai Tempat Pertama Penyebaran Agama Islam di Nusantara, juga pada masa lampau orang-orang yang akan menunaikan Ibadah Haji di kumpulkan di Aceh terlebih dahulu untuk diberangkatkan ke Mekkah, sehingga Aceh terkenal sebagai "Serambi Mekkah".

Dikarenakan Agama Islam yang begitu dominan didaerah ini, maka sedikit banyaknya berpengaruh pada bidang kehidupan Masyarakat di NAD, antara lain aturan pemakaian jilbab untuk busana wanita Islam di wajibkan disini.

Dalam bidang Kebudayaan, Provinsi NAD sendiri terdapat banyak sekali suku-suku Aceh yang tersebar di berbagai Kabupaten/Kota di Provinsi NAD, dan tentunya melahirkan kebudayaan yang beraneka-ragam, dari jenis bahasa, adat-istiadat, hingga beraneka-ragam kesenian daerah.

Suku-suku di Provinsi NAD tersebut antara lain yaitu:

1. Suku Aceh dengan bahasa Aceh, yaitu penduduk dari Kota Sabang, Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Jaya, Pidie, Kabupaten Pidie Jaya, dan Kabupaten Bireuen.

2. Suku Aneuk Jamee dengan bahasa Aneuk Jamee yang terdengar seperti bahasa Minang, yaitu penduduk dari Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Aceh Barat Daya, dan Kabupaten Nagan Raya.

3. Suku Kluet, yang mendiami sebagian kecil dari Kabupaten Aceh Selatan, yaitu Kluet Utara, Kluet Selatan, Kluet Tengah dan Kecamatan Kluet Timur.

4. Suku Tamiang dengan bahasa Aceh Tamiang yang hampir seperti bahasa Melayu, yaitu bahasa dari penduduk di Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Aceh Timur, dan Kota Langsa.

5. Suku Gayo, dengan bahasa Gayo dari penduduk Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Tengah (Takengon), dan Kabupaten Bener Meriah.

6. Suku Alas, yaitu bahasa Alas dari penduduk Kabupaten Aceh Tenggara.

7. Suku Haloban, dari penduduk Kabupaten Aceh Singkil Kepulauan (Pulau Banyak).

8. Suku Julu termasuk kelompok suku pak pak boang, yaitu penduduk dari Aceh Singkil daratan dan Kota Subulussalam. Suku pak pak boang berasal dari Sumatra Utara.

9. Suku Devayan, yaitu penduduk yang mendiami Pulau Simeulue di Kecamatan Teupah Barat, Teupah Selatan, Simeulue Timur, Simeulue Tengah dan Salang.

10. Suku Sigulai, yaitu penduduk yang mendiami Pulau Simeulue bagian utara, yaitu kecamatan Simeulue Barat, Kecamatan Alafan, dan juga mendiami sebagian desa di Kecamatan Salang, Kecamatan Teluk Dalam, dan juga Kecamatan Simeulue Tengah.

Jenis makanan di NAD pada umumnya cenderung pedas (spicy), dan banyak menggunakan rempah-rempah (bumbu masak) yang kuat, sehingga cita rasanya sangat khas, seperti gulai itik, sayur pliek u, ataupun gulai aceh asam sunti. Ada pula makanan yang berasal dari India, seperti masakan kari (kare) dan roti cane, serta beberapa masakan khas dari kabupaten/kota di Provinsi NAD lainnya.

sumber : http://www.visitaceh.com/
Read More »

Mahasiswa Berprestasi dan Bidang Kaligrafi Temu Ramah Dengan DR. Tgk. Azman di KMA Mesir

Friday, July 17, 2009

MESIR - Keluarga Mahasiswa Aceh Mesir ( KMA). Tahun ini memang kerap di kunjungi oleh Pejabat dan Instansi dari Pemerintah Aceh, bahkan di bulan-bulan terakhir ini Mahasiswa Aceh selalu membuat acara dengan para tama-tamu yang berkunjung ke bumi seribu menara tersebut.

Setelah sebulan yang lewat kedatangan tamu dari Dewan Perwakilan Rakyat Aceh ( DPRA), walaupun pertemuan dengan para pejabat DPRA tersebut mendapat boikotan dari mahasiswa Aceh Mesir. Namun demikian, beberapa mahasiswa Aceh turut hadir dalam acara yang diadakan oleh pejabat tingggi aceh itu.

Pemboikotan tersebut sebenarnya di sebabkan banyak hal, antara lain karena kedatangan para anggota dewan tersebut tidak mengkonformasikan sebelumnya kepada Keluarga Mahasiswa Aceh Mesir, dan acara yang diadakan biasanya di meuligoe Aceh, malah kali ini para anggota dewan tersebut mengadakannya di tempat yang tidak pernah di adakan oleh mahasiswa Aceh sebelumnya.

Dan, pemboikotan ini juga lebih mengarah kepada ke perihatinan Mahasiswa Aceh Mesir kepada masyarakat Aceh. Karena keberangkatan para anggota dewan tersebut penuh dengan kecaman dari masyarakat Aceh sendiri.

Temu ramah dengan DR. Tgk. Azman
Temu ramah dengan DR. Tgk. Azman atau lebih di kenali dengan imam Masjid Baiturrahman Banda Aceh, lebih di khususkan kepada mahasiswa yang berperastasi dan bidang kaligrafi, karena memiliki kesempatan besar untuk mereka mendapatkan beasiswa bagi yang benar-benar berprestasi untuk di sekolah di bidang kusus tersebut yaitu seni kaligrafi.

Untuk bidang kal grafi ini sendiri telah diadakan tes langsung pada tanggal 22 juni yang lalu, dan para peminatnya cukup banyak walaupun yang diambil nantinya hanya sedikit.
Angin segar ini datang sehubungan dengan kempanye pendidikan Pemerintah Aceh yang ingin membangun aneuk Nanggroe ini lebih mengarah kepada pendidikan yang lebih baik yang sehingga nantinya Sumber Daya Manusia (SDM) Aceh bisa di kendalikan sendiri oleh bangsa aneuk Nanggroe yang mulia ini.

Temu Ramah bersama dengan DR. Tgk. Azman ini mendapat sambutan hangat dari 10 orang mahasiswa Aceh di Mesir yang berprestasi tinggi dan 5 orang dari seni kaligrafi.

Interview dalam bahasa arab Juga diadakan langsung oleh DR. Tgk. Azman dengan para mahasiswa tersebut.

Selain menguji kelincahan bahasa mahasiswa aceh yang ada di bumi seribu menara itu, sekaligus sebagai pertanggung jawaban beliau saat menyerahkan nama-nama ke 15 orang tersebut nantinya, dan sekaligus sebagai bukti bahwa beliau telah berjumpa dengan para duta-duta Aceh yang akan mendapat beasiswa natinya. “tutur DR.Tgk. Azman”

Hasil dari interview ini nanti akan di serahkan langsung oleh DR. Tgk. Azman ke Komisi Beasiswa Aceh untuk di musyawarahkan di sana katanya. Namun beliau mengatakan insya allah nama-nama yang tercantum tersebut akan di terima oleh Komisi Beasiswa Aceh, tanpa menyebutkan jumlah beasiswa yang akan diberikan nantinya.

Selama acara dua jam ini ya itu dari jam 8.00 sampai jam 10.00 selepas magrib, kesempatan bertanya kepada 15 mahasiswa tersebut di berikan secara leluasa untuk menanyakan berbagai hal, sebaliknya pertanyaan-pertanyan juga di lontarkan oleh DR.Tgk. Azman tentang keadaan dan kehidupan Pelajar Aceh Mesir.

Acara temu ramah pada sabtu 17 juni 2009 ini turut di hadiri oleh Ketua Majlis Syura KMA Tgk. H. Amri Fatmi Lc, Dan ketua Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir Tgk. Yusri Nouval. Lc.

Di ujung acara DR. Tgk. Azman mengungkapkan insya allah sebelum saya dan Prof. DR. Muslim Ibrahim. MA Kembali ke tanah air, di harapkan kami dapat kembali melakukan pertemuan dengan Keluarga Masyarakat Aceh Mesir.

Selain datang ke Meuligoe Aceh Mesir, ulama Aceh ini juga hadir sebagai tamu yang mulia ke Universitas Al-Azhar Mesir dalam acara muktamar Al-Azhar yang di hadiri oleh para alumninya dari seluruh dunia.

Penulis adalah Akitifis World Achehnese Association (WAA), Mahasiswa Fakultas Al-Azhar Mesir.
Read More »

Da’i Perbatasan dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat di Aceh

Nanggroe Aceh Darussalam merupakan salah satu kawasan di Asia yang memiliki berbagai Qanun tentang Syari’at Islam.

Hingga sampai saat ini, Syari’at Islam itu sendiri ada yang sudah berjalan dengan benar, dan ada yang masih dalam tahap awal.

Bila melirik dari administrasi pemerintahan Aceh terdapat beberapa instansi yang membidangi khusus tentang Syari’at Islam. hal ini bisa dilihat dari lembaga ke islaman yang ada di sana, seperti polisi Syari’at Islam, lembaga adat, da’i perbatasan dan lainnya.

Nanggroe Aceh Darussalam merupakan salah satu kawasan di Asia yang memiliki berbagai Qanun tentang Syari’at Islam.

Hingga sampai saat ini, Syari’at Islam itu sendiri ada yang sudah berjalan dengan benar, dan ada yang masih dalam tahap awal.

Bila melirik dari administrasi pemerintahan Aceh terdapat beberapa instansi yang membidangi khusus tentang Syari’at Islam. hal ini bisa dilihat dari lembaga ke islaman yang ada di sana, seperti polisi Syari’at Islam, lembaga adat, da’i perbatasan dan lainnya.

Hal yang sangat menarik di sana adalah da’i perbatasaan. Meraka memiliki tugas kusus dalam menjalankan amanah Allah SWT. Kegiatan yang terpuji ini bertujuan untuk memahamkan dan mempertebal aqidah penduduk yang tinggal di perbatasan tersebut.

Tugas mereka mengajak orang-orang kepada jalan yang benar, mengadakan pengajian bagi kaum bapak dan kaum ibu serta para anak muda setempat. Para da’i tersebut juga harus mengusai berbagai persoalan apalagi jika harus berhadapan dengan warga yang di luar islam, sudah tentu di butuhkan kebijakan yang mulia sehingga para non muslim yang tinggal di perbatasan ini tertarik kepada ajaran islam dengan hati yang ikhlas.

Menegakkan agama Allah memang banyak tantangan dan rintangan yang akan dihadapi, apalagi wilayah perbatasan merupakan daerah rawan kristenisasi dan missionaris lainya.

Hal ini terbukti di salah satu pesantren yang terletak di kota Subulussalam, pada suatu ketika di mana salah seorang pendatang yang mengaku dirinya beragama islam, sehingga sempat diangkat sebagai ustadz atau staf pengajar.

Akhirnya setelah beberapa bulan mengajar, maka diketahui status orang tersebut non muslim yang ingin mengelabui pesantren dan menjalankan misinya di sana. Inilah salah satu yang perlu dibentengi terhadap penduduk yang tinggal di wilyah perbatasan tersebut.

Bila membaca sejarah para ulama terdahulu, dalam menegakkan agama Allah sangat banyak tantangan dan ringatang serta makian yang mereka hadapi. Begitu juga dengan para da’i yang bertugas di perbatasan ini, mereka banyak mendapat teror dan ancaman di berbagai tempat. Apalagi masyarakat yang belum mengerti akan agama, hal ini sangat mungkin terjadi.

Sebagai contoh, ketika para da’i berceramah di masjid, sekelompok pemuda bereteriak keras dari laur, dengan menunjukkan ketidak senangan mereka akan hal demikian.

Hal yang serupa juga terjadi pada da’i yang lain, misalnya di wilayah Kota Subulussam. Orang yang tak dikenal meletakkan botol minuman keras di depan pintu rumah da’i, plus surat peringatan, tapi maklum saja di mana ada orang baik, pasti ada yang jahat.

Maka dalam hal inilah, para da’i tersebut sebelum turun kelapangan diberi bekal dan metode dalam bermasyarakat, serta pemahaman dan penjelasan bagaimana tugas seorang da’i. lebih-lebih lagi bila di tempatkan di wilayah yang penduduknya masih sangat awam tentang nilai-nilai islam..

Untuk lebih mempercepat kinerja para da’i perbatasan tersebut, sarana transportasi seperti honda bebek juga disediakan bagi mareka. Sehingga tugas dan amanah yang mereka laksanakan berjalan dengan cepat dan mencapai target yang di inginkan,

hingga saat ini, para da’i perbatasan tersebut mendapat simpati yang luar biasa dari masyarakat, karena mereka bekerja full time baik pagi, siang, maupun malam hari. Apalagi kehadiran para penda’i di kampung-kampung akan sangat membantu para ustadz, guru, serta imam dan tokoh masyarakat yang ada di sana.

Para masyarakat banyak yang berkomentar, bahwa anak-anak mereka telah berubah dari hasil didikan dan bimbingan para da’i tersebut. Apalagi mereka yang telah di islamkan, bahkan bagi yang tidak mampu, langsung dapat melanjutkan pendidikan secara gratis dari pemda setempat yang dibiayai oleh Badan Amal Zakat Infaq dan Shadaqah (BAZIS).

Hingga sampai saat ini, sudah banyak para muallaf yang dihasilkan dari kinerja para da’i perbatasan tersebut dan jumlahnya sudah mencapai ratusan bahkan hampir ribuan, jumlah ini hanya baru di wilayah kota Subulussalam dan Aceh Singkil saja.

Da’i perbatasan ini memang jarang terdengar, bahkan di telinga rakyat Aceh sendiri, karena mereka bertugas hanya di daerah yang berbatasan langsung dengan Sumtera Utara (SUMUT). Jadi, mereka hanya lebih dikenal oleh orang yang tinggal di perbatasan Aceh saja.

Daerah yang berbatasan langsung dengan propinsi Sumatra Utara tersebut yaitu Kabupaten Aceh Singkil, Kota Subulussalam, Kabupaten Aceh Tenggara dan Aceh Tamiang. Empat kabupaten kota inilah para da’i tersebut ditugaskan dan mareka biasanya mendapat kontrak dua tahun. Setelah masa kontrak selesai, maka bisa mengajukan tes ulang bila ingin melanjutkan kinerja sebagai da’i untuk tahun berikutnya.

* Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Al-Azhar Cairo/Aktivis World Acehnese Association (WAA). YM (malim_sempurna2)
Read More »

Kampung Laemate DI Subulussalam

MESIR - Ketika kita mendengar kampung Laemate, pasti yang terpikir dibenak kita khususnya bagi suku Pakpak dan Boang* adalah Air Mati. Karena nama kampung ini diambil dari asal bahasa boang sendiri. Lae yang berarti Air dan Mate berarti mati. Nama kampung ini selalu menjadi pertanyaan bagi masyarakat yang baru mendengarnya. Karena pada dasarnya kampung Laemate adalah kampung yang airnya hidup dan tidak mati.

Lain lagi pendapat perorangan dengan mengatakan bahwa air mati itu benar telah terjadi di kampung Laemate pada masa perang melawan penjajahan Belanda. Sehingga kaum muslimin bisa menyeberangi sungai yang telah beku seperti es. Namun sampai sekarang belum ada data kongkrit asal mula nama kampung Laemate yang dakui oleh sejarah. Tapi yang jelas kampung Laemate adalah termasuk salah satu kampung yang mempunyai sejarah panjang dan penduduk terbanyak di sekitar daerah aliran sungai (DAS) di wilayah Kota Subulussalam sampai ke Aceh Singkil.


Sejarah Kampung Laemate.

Kampung Laemate merupakan salah satu daerah yang sangat jauh dari keramaian atau boleh juga dikatakan daerah pedalaman. Karena untuk mengunjungi kampung ini tidaklah mudah, harus menempuh dua jalur darat dan jalur air. Kedua jalur ini wajib ditempuh oleh siapa saja yang ingin mengunjungi kampung tersebut.

Pada awalnya daerah ini bukanlah satu kampung. Tapi hanya segelintir penduduk saja yang tinggal di kawasan ini. Namun dengan perkembangan zaman dan sesuai dengan bercocok tanam maka dibuatlah suatu perkampungan yang diberi nama Laemate.

Kampung ini sudah ada sejak zaman Belanda. Bahkan jauh sebelum kedatangan penjajahan Belanda, kampung ini juga sudah ada. Bukti ini bisa dilihat dari adanya bangunan rumah tua, makam-makam para syuhada terdahulu dan lain-lain. Dan di desa ini juga tidak jauh dari makam Syeikh Hamzah Al-Fansuri seorang ulama besar pada zaman dahulu kala. Terletak di kampung Oboh yang sampai saat ini masih kokoh dan berdiri dengan megahnya.

Pada zaman dahulu, penduduk di wilayah Singkil yang sekarang telah mekar menjadi Kota Subulussalam hanya memiliki jalur transportasi air untuk menghubungkan ke daerah lain. Walaupun bisa ditempuh dengan jalan kaki, tapi jaraknya yang terlalu jauh membuat masyarakat wilayah ini menggunakan jalur air sebagi penghubung utama dengan daerah lain. Sehingga, untuk menuju Kota Medan, Sumatera Utara harus menempuh perjalanan berminggu-minggu lamanya.

Melalui jalur ini penduduk yang ingin ke Medan bisa menempuh tranportasi air dengan melawan arus hingga ke daerah Alas dengan perahu tanpa mesin alias dayung pada masa itu.

Dari Alas (Aceh Tenggara) saat ini.. Bisa langsung menuju daerah Karo, dari Karo inilah nafas segar sudah mulai bisa dirasakan, Karena daerah ini tersedia jalan untuk menuju Kota Medan dengan mudah dan cepat. Bisa anda bayangkan bagaimana sedih dan capeknya nenek– nenek kami dahulu? Namun itulah perjuangan hidup.

Kampung Laemate juga tidak asing lagi bagi daerah Aliran sungai (DAS), karena kampung ini merupakan daerah terpanjang dan terpadat penduduknya di sekitar aliran sungai, Bahkan sampai saat ini tercatat penduduknya lebih dari seribu orang. Hidup bermasyarakat dalam menjalankan adat istiadat dalam kehidupan sehari-hari.

Penghasilan Penduduk.

Penghasilan utama penduduk kampung Laemate adalah bertani. Dan ini merupakan mata pencaharian pokok dari masyarakat setempat. Sehingga nama bulan dikarang oleh penduduk kampung ini tanpa melenceng dari makna 12 bulan yang ada di dunia ini.

Misalnya saja bulan Ramadhan. Penduduk di kampung ini menyebutnya dengan bulan Puasa. Begitu juga Syawal disebut bulan Khe Khaya yang berarti Hari Raya, dan banyak lagi istilah di kampung-kampung. Nama pengalihan bulan seperti ini, khususnya di Laemata sendiri adalah untuk menyesuaikan dengan keadaan alam dalam bercocok tanam. Karena dalam bertani harus mempunyai bulan tertentu.

Bila salah dalam menanam maka banjir akan datang, sehingga penghasilan masyarakat bisa jadi akan hilang dan lenyap. Karena daerah aliran sungai sudah menjadi kebiasaan banjir setiap tahunnya dan di bulan-bulan tertentu.
Selain bertani, daerah ini juga terdapat penghasilan yang lain dan bisa menambah pendapatan penduduk setempat, seperti, karet, ikan, kelapa, kayu dan komoditas hasil bumi lainnya.

Pendidikan.

Tidak kalah saingnya juga, kampung ini telah mempunyai sarana pendidikan seperti sekolah dasar (SD) dan Pesantren “Hubbul Wathan.” Di setiap pelosok sampai nan jauh ke ujung kampung, anak-anak terlihat dengan semangat belajar pagi dan sore.

Pagi hari mereka pergi ke sekolah dasar dan siangnya belajar di pesantren. Biasanya kalau sudah mendapat Ijazah setingkat Ibtidaiyah atau SD, kebanyakan para siswa/i melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi dan pindah keluar daerah.

Pesantren di kampung ini sudah berumur lebih kurang 25 tahun, dan ini menjadi kebanggaan di suatu kampung yang bisa dengan bahu membahu dan gotong royong bersama membangun sebuah tempat belajar pendidikan agama.

Selain pesantren, sarana pengajian khusus kaum bapak dan kaum ibu juga tersedia di berbagai tempat, dan ini merupakan kewajiban bagi Mareka untuk mengikutinya demi memahami agama Allah. Seperti Thariqat Naqsabandiah, amalan khalwat suluk, dan diringi dengan pengajian amalan dan tata cara shalat, serta amalan penting lainnya terhadap kaum bapak dan ibu di kampung ini.

Jika melirik kembali ke masalah pendidikan. Tercatat dalam sejarah kampung ini, banyak siswa/i yang menuntut ilmu keluar di berbagai tempat di daerah lain. Mereka juga telah menghasilkan banyak kader khususnya di bidang agama. Seperti belajar ke Pesantren Tanah Merah, kuliah di Fakultas STAIS Kota Subulussalam, USU atau IAIN Medan, IAIN Banda Aceh, UGM Jogjakarta, dan bahkan ada yang sudah sampai menembus ke Benua Afrika, di Mesir.

Hal ini sangat menjadi dukungan dan motifasi ke depan bagi para para orang tua untuk memberikan motifasi anak-anak mereka demi melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Adat Istiadat.

Budaya dan adat istiadat merupakan salah satu ciri khas di manapun suatu penduduk itu tinggal. Dan masing-masing penduduk mempunyai adat istiadat yang berbeda, walaupun di sana-sini kita menemui ada sejumlah persamaan, namun persamaan itu pastinya mempunyai perbedaan.

Kampung Leamate mempuanyai adat istiadat tersendiri. Seperti dalam hal meminang, terlihat dari kaum laki-laki harus membawa beberapa peralatan kampung yang dibalut dengan kain berkilat. Di dalam kain itu tersedia sirih, tempat kapur yang terukir indah, rokok, dan lain-lain. Ini nantinya akan dihidangakan di depan keluarga mempelai perempuan untuk makan sirih atau merokok di sela-sela bercerita dan bersendagurau.

Selain itu, terdapat juga Tari Dampeng. Tari Dampeng ini merupakan tarian adat di wiliyah Kota Subulussalam dan Aceh Singkil. Bila mana ada suatu pesta tanpa dihibur dengan Tari Dampeng sepertinya acara pesta tersebut kurang sempurna dan tari ini merupakan bumbu dalam setiap acara pesta pernikahan dan sunat rasul.

Desa Laemate Sudah Mati ?

Mungkin ucapan ini sangat aneh bila kita mendengarnya. Tapi inilah fakta yang harus ditangisi. Dengan deraian air mata pada tahun 2002 sekitar tanggal 20 bulan??? kampung ini harus ditinggalkan oleh penduduknya sampai sekarang. Bukan kesengajaan dan keinginan untuk meninggalkannya, tapi inilah taqdir Allah Yang Maha Kuasa.

Aceh dengan tuduhan separatisnya yang selalu dilontarkan oleh Indonesia Jawa pada masa itu membuat penduduk Laemate harus mengungsi. Karena untuk bertahan hidup tidak mungkin lagi. Perang berkecamuk antara GAM dan RI. Tidak ada jalan kecuali mengungsi. Hal yang serupa juga dialami oleh kampung tetangga. Bahkan saat itu tercatat lebih dari 18 kampung yang harus segera ditinggalkan oleh penduduknya.

Jadilah Kampung Laemate Baru.

Setelah teromabang-ambing lebih dari 6 bulan dapatlah satu kesimpulan bahwa masyarakat Kampung Laemate baru mendapatkan setapak tanah untuk membangun kembali rumah untuk bertahan hidup dan tentunya membangun sebuah kampung mereka yang dimulai dari nol. Kampung yang dulunya mereka miliki dengan dihiasi keindahan masjid, sarana sekolah, musalla dan lain-lain. Namun saat ini semua dihiasi dengan ranting-ranting pohon dan daun-daun yang masih segar dan harus diratakan dengan tanah.
Namun, di balik semua kisah ini tersimpan banyak hikmah dan pelajaran khususnya bagi masyarakat Kampung Laemate sendiri.

Demikianlah sebuah kisah suatu kampung yang sangat jauh dari perkotaan, Namun kesabaran untuk bertahan hidup saat ini kampung tersebut sudah mulai membangun, baik dari pemberdayaan masyarakat, pembangunan sarana sekolah, jalan umum, masjid, mushalla, pembangunan rumah penduduk, baik dari BRR maupun dari BRA. Dan banyak lagi bantuan yang lain telah diberikan oleh pemerintah kepada penduduk Laemate tersebut. Dan semoga kampung ini bisa menjadi kampung yang amar makruf dan nahi munkar.

Note - Suku Boang adalah suku mayoritas di Kota Subulussalam. Di Laemate sendiri hanya terdapat suku Boang saja. Sedangkan suku Pakpak termasuk salah satu suku yang ada dikota Subulussalam.. Selain suku tersebut masih banyak suku yang lainnya seperti Aceh, Padang, Jame dan lain-lain.

Penulis adalah Malim Sempurna Aktivis World Acehnese Association ( WAA )
Read More »